Home » Bali » Sistem Irigasi Subak Bali

Sistem Irigasi Subak Bali

Sistem Irigasi Subak Bali

Salah satu sistem irigasi tradisional warisan budaya lampau yang masih tetap lestari hingga sekarang adalah sistem irigasi Subak yang berasal dari Bali. Warisan teknologi irigasi yang sudah sangat tua ini bahkan dinyatakan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO sejak 29 Juni 2012. Subak adalah perpaduan antara organisasi kemasyarakatan irigasi, unit produksi pertanian, badan usaha yang otonom dan masyarakat agama.

Irigasi Subak
Photo by Widya

Teknologi irigasi sudah ada sejak zaman lampau. Perkiraan mulai sejak zaman kejayaan kerajaan – kerajaan Hindu di Nusantara. Sistem irigasi terus berkembang dari waktu ke waktu menjadi semakin modern dan menyesuaikan ciri – ciri geografis serta budidaya pertanian. Meskipun begitu, warisan sistem irigasi tradisional ini masih tetap lestari hingga masa kini.

Subak dan Filosofi Tri Hita Karana

Kata Subak sendiri adalah kata dalam bahasa Bali. Kata tersebut bisa terlihat dalam prasasti Pandak Bandung di tahun 1072 M. Dan mengacu sebagai asosiasi sosial para petani yang menetapkan penggunaan sistem irigasi subak untuk tumbuhan padi.

Secara implisit subak adalah satu organisasi masyarakat petani di Bali yang khusus mengatur mengenai management pengairan atau irigasi sawah secara tradisional yang merupakan manifestasi dari filosofi Tri Hita Karana. Filosofi yang terus di pegang teguh secara turun temurun lintas generasi.

Tri Hita Karana secara etimologis berasal dari kata Tri yang artinya tiga, Hita yang berarti kebahagiaan atau kesejahteraan, dan Karana yang artinya penyebab. Jadi, Tri Hita Karana berarti “tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan”.

Secara prinsip bermakna cara masyarakat dalam menjaga keseimbangan. Yang berhubungan erat dalam hubungan antar sesama manusia, manusia dengan Tuhan, serta manusia dengan alam.

Penerapan prinsip irigasi sistem subak yang tradisional ini, ditujukan pada lahan yang tidak dapat berdiri sendiri. Semua petak sawah dalam satu wilayah dalam satu kesatuan. Maka dari itu, jika salah satu area sawah mengalami gangguan maka sawah yang lainnya juga akan ikut terganggu.

Irigasi Sistem Subak
Photo by Widya

Subak adalah Sistem yang Adil

Sama seperti sistem pengairan persawahan di wilayah lain, setiap petani pemilik petak sawah berhak atas bendungan air (pengalapan), parit (jelinjing) dan saluran air menuju lahan (cakangan). Sehingga setiap petak sawah dapat mendapatkan kebutuhan air secara merata secara adil.

Tidak hanya itu saja. Anggota subak di suatu daerah bergotong royongmelakukan pembuatan, pemeliharaan, dan pengelolaan fasilitas sistem irigasi subak ini.

Penerapan sistem subak sebagai pengairan sawah diatur agar terwujud keadilan bagi sesama anggotanya. Jika satu bidang sawah terdapat dua atau lebih saluran air (cakangan) yang saling berdekatan maka ketinggiannya harus sama.

Hal ini agar aliran air yang ke sawah masing – masing petani tetap lancar. Walaupun begitu lebar saluran bisa menyesuaikan luas petak sawah garapan petani.

Sistem Irigasi Subak Berdasarkan Nilai Religius

Dalam perkumpulan subak tidak melulu soal pertanian saja, tetapi juga mengenai ritual dan peribadatan. Hal ini sesuai dengan filosofi Tri Hita Karana, hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam harus saling terkait.

Salah satu penerapan sistem irigasi subak untuk memohon rejeki dan kesuburan lahan. Penerapan irigasi subak sendiri adalah bagian ritual ibadah untuk menjaga alam semesta.

Sawah, tanaman padi, dan air memegang peranan yang esensial dalam sistem irigasi tradisional dari Bali ini. Ketiganya sangat erat berhubungan dengan kekuasaaan Dewi Sri (Dewi kesuburan dan kemakmuran).

Karena itu setiap pembuatan sistem irigasi subak wajib mendirikan pura. Setiap sistem irigasi subak pada umumnya memiliki pura yang yaitu Pura Uluncarik atau Pura Bedugul. Pura tersebut diperuntukkan oleh para petani bagi Dewi Sri.

Jadi sistem irigasi Subak tidak semata hanya mengatur masalah dan urusan teknis pengaturan dan pembagian air saja. Tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan religius. Dengan demikian akan tercapai keseimbangan dalam alam semesta. , kebersamaan, kejujuran, ketulusan, dan keikhlasan yang membawa pada perdamaian.

Baca juga :

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.